Selasa, 04 Februari 2014

SBY-Indah, Analogi Politik dari Sebuah Bus



Salam sejahtera buat anda para pembaca..


Ah, rasa-rasanya pembicaraan akhir-akhir ini dipenuhi dengan topik politik yang seakan tiada habisnya. Seakan hidup rakyat kita tidak bisa lepas dari politik, sangat mainstreamsekali. Mungkin jargon ‘hidup tanpa politik, bagai sayur tanpa kuah’ cocok buat menggambarkan kondisi ini. Kita kadang tahu bahwa ikon perpolitikan sudah banyak yang menjadi pion dari kepentingan barat. Nah, ketika setiap hari-setiap jam-setiap menit kita membahas ikon itu, maka secara tidak sadar kita sedang mengikuti alur kepentingan tadi. Maka, dengan kata lain, ketika kita cuek dengan isu politik barang satu hari saja maka mereka akan bingung.. Hehe.. Salah satu upaya agar pembahasan tidak mengarah pada suatu yang mainstream, maka ada baiknya aku membahas sebuah topik yang lain. Topik yang menyegarkan tentunya..

SBY-indah merupakan bus AKDP (Antar Kota Dalam Propinsi) di NTB. Bus ini bukan milik presiden atau milik Kota Surabaya. Trayek yang dilayani sebatas Bima-Mataram. Bus ini sudah lama beroperasi, setia melayani penumpang, bahkan jauh sebelum masa presiden SBY menduduki jabatannya. Jika presiden SBY dalam naungan partai demokrat sering keluar trek dalam menyelenggarakan pemerintahan, maka bus ini dalam naungan PO. SBY-Indah tetap konsisten melayani dengan rute yang tetap, tidak pernah mencari jalur lain.




Satu hal yang menarik, setahun terakhir bus SBY-Indah baru saja mengganti body dan mesin-nya dengan tampilan baru, terlihat sangat revolusioner. Mesinnya sudah menggunakan air suspension pula. Hal ini dilakukan semata-mata demi peningkatan pelayanan dan kepuasan pelanggan setianya. Kemungkinan terjadi kerusakan dan kecelakaan akibat buruknya kinerja bus, bisa ditekan sampai angka minimal. Pengguna pun akan merasa tenang dengan adanya revolusi yang dilakukan. Sementara aku belum melihat kebijakan pemerintah SBY yang benar-benar revolusioner. Kebijakan yang malah terpatri kuat di ingatan kita adalah terkait impor segala macam kebutuhan pokok, kebijakan pembiaran kasus BLBI dan Century (rasa-rasanya kurang tegas), kebijakan terkait banjir Jakarta yang selalu dikonfrontasikan dengan Pemda, dan lain-lain.




Hmm.. aku membayangkan ongkos satu kali perjalanan bus SBY-Indah ini sangat terjangkau, hanya 200an ribu kita sudah bisa sampai ke tujuan. Jarang pelanggan yang mengeluh tentang biaya yang mahal. Semua senang, semua riang. Sedangkan aku pernah mendengar SBY mengeluhkan tentang besaran gajinya. Waduh, apa semua masih kurang jika dibandingkan dengan jutaan rakyat yang tidak bisa makan, tidak punya uang naik bus, atau mereka yang tiap tahun berebut sembako murah di depan istana?

Yah, semoga saja SBY bisa meniru pelayanan yang dipersembahkan oleh SBY-Indah, dan semoga SBY dapat mengakhiri masa jabatannya dengan indah pula.. Amin. Pemimpin yang baik adalah yang merasa memiliki rakyat, dan rakyat merasakan keberadaannya.

Salam dari Orang Awam yang Peduli..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan komentar anda..
Pasti sangat membangun untuk perbaikan blog ini..

Pemuda, Pembangunan, dan Kemerdekaan

Potensi Pemuda Sang Proklamator, Soekarno, begitu menekankan pentingnya peran pemuda. Ungkapannya yang biasa diulang oleh kita sekarang “ ...