Tampilkan postingan dengan label air mata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label air mata. Tampilkan semua postingan

Kamis, 16 Januari 2014

Mengurai Renda Cinta Bernoda Dusta



Roda hidup berputar, gaya manusia berubah.. Sebagian pria lebih suka menawarkan harta dan kata-kata untuk meraih cinta, dari pada menjaga cinta sederhana untuk kelak bersama mencari harta.. Sebagian wanita lebih suka menawarkan kehormatannya untuk menyambung nyawa, dari pada menjaga nyawa untuk bisa mencari nafkah dengan cara terhormat..


Aku duduk termenung di bawah lebatnya pohon manga yang tumbuh depan halaman kos-kosan. Masih terhenyak dengan isi SMS yang dikirimkan oleh seorang teman tadi siang. Omong kosong apa lagi ini? Apa benar pacarku melakukan itu? Selama satu tahun berpacaran aku belum pernah melihat pacarku berbuat yang aneh-aneh. Dia adalah gadis yang baik, penurut, dan taat beribadah. Kini, teman dekatku sendiri memergokinya jalan bersama lelaki lain dengan mesra. Kurasakan ada aliran darah panas yang perlahan mengaliri pembuluh darahku. Emosi tinggi yang ingin tumpah ruah, tertahan oleh segumpal rasa percaya terhadap pasangan, dan juga positif thinking yang sedikit dipaksakan. Aku memang seperti ini, sifatku memang cuek. Aku tidak pernah merasa bersalah ketika setiap hari tidak pernah menanyakan keberadaan pacarku. Aku tidak pernah ambil pusing ketika dia sedang diluar bersama siapa. Aku hanya selalu dihubungi ketika dia akan keluar dari kosnya. Aku akan selalu menitipkan sebuah kalimat “jaga diri baik-baik, jangan kemalaman pulangnya”

Kabar dari temanku itu harus aku pastikan langsung kebenarannya. Sejurus kemudian, malam harinya aku memutuskan untuk berangkat ke rumah temanku itu. Dia adalah penduduk pribumi di kota tempatku merantau ini. Pacarku pun perantau yang datang dari pulau besar bagian utara Indonesia. Sesampai di rumah temanku itu, kutanyakan semua tentang kebenaran kabar yang diberikannya. Dia berani bersumpah bahwa sosok yang dilihatnya malam itu adalah pacarku. Mereka keluar dari sebuah bar sambil berangkulan. Lelaki yang bersamanya berusia paruh baya, dan membawa mobil mewah. Kepalaku berputar. Darah mendidih menekan kepalaku agar segera menyeburkan cairan itu keluar. Kulihat hatiku jatuh ke tanah dan kupunguti sendiri. Jantungku berdebar tak biasa, seakan terkena pukulan jep kiri dari petinju Lennox Lewis. Sakit sekali! Baru kali ini aku merasa didustai oleh seseorang dengan tingkat dusta yang sudah berada pada level akut. Selama ini mulutku sampai berbusa mengingatkannya bahwa aku paling benci orang yang berbohong. Kenyataannya kini dia sendiri yang melakukan hal yang paling kubenci itu. Cihh! Kupegangi bahu temanku, mencoba mencari pijakan, berusaha mereduksi energi negatif yang membuncah dalam hati.

Jumat, 11 Januari 2013

GELORA CINTA ANAK DESA


Filosofi yang seringkali terdengar menyapa telingaku sejak dahulu adalah bahwa setiap manusia diciptakan memiliki hati agar dapat mencintai. Hal itu yang kemudian membawa lamunanku pada potongan kisah hidup yang telah terangkai 13 tahun yang lalu. Aku adalah Faqih, anak sulung dari tiga bersaudara. Kami hidup sebagai keluarga bahagia di sebuah kota kecil di ujung timur Pulau Sumbawa, Kota Bima namanya. Ayahku seorang PNS yang telah bergolongan 4A, sedangkan ibu hanya bekerja di rumah, padahal beliau bergelar sarjana. Setelah dewasa baru aku tahu kisahnya. Beliau sebenarnya dulu nyaris bekerja sebagai pegawai bank. Ayahku melarangnya untuk bekerja, dengan berbagai pertimbangan tentunya.

Pemuda, Pembangunan, dan Kemerdekaan

Potensi Pemuda Sang Proklamator, Soekarno, begitu menekankan pentingnya peran pemuda. Ungkapannya yang biasa diulang oleh kita sekarang “ ...