Tidak ada yang berani meragukan potensi kekayaan alam negara Indonesia. Banyak negara lain yang iri terhadap kondisi ini. Hanya Indonesia yang punya luas wilayah kepulauan terbanyak, namun tetap berdiri tegak sebagai satu kesatuan negara. Bandingkan saja dengan negara-negara maju di luar sana; Singapura lahannya terbatas hingga harus ambil pasir dari Indonesia untuk menambah luas wilayah, Amerika dengan ke-digdayaan-nya harus mencari sumber air baru untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya yang meningkat, Malaysia hanya “sejengkal” wilayah yang ada di bagian utara Indonesia, Israel harus bertumpah darah memperebutkan wilayah negara dengan Palestina, dan masih banyak lagi negara-negara yang hanya terdiri dari satu pulau. Namun sayangnya, Indonesia belum mampu menjadikan anugerah luar biasa itu sebagai bahan baku perubahan ke arah negara super power.
Kebijakan Impor yang Berlebihan
Fakta potensi alam yang luar biasa tadi sungguh berbanding terbalik dengan kebijakan luar negeri pemerintah, terutama terkait dengan impor. Memang dalam era kerjasama bilateral maupun multilateral seperti saat ini, sangat wajar bila terjadi kegiatan ekspor dan impor antar negara. Namun kegiatan ini menjadi sangat memprihatinkan ketika sebuah negara dengan potensi alam yang hampir semua tersedia, melakukan impor segala bentuk kebutuhan. Impor yang dilakukan mulai dari kebutuhan pokok seperti beras dan kedelai, hingga barang tak berbentuk seperti listrik! Kemana rasa malu pemerintah Indonesia? Kenapa dengan mudahnya mengimpor segala kebutuhan yang tersedia secara melimpah di dalam negeri? Negara kita pernah swasembada beras di era Pak Harto. Negara kita punya kualitas kedelai nomor wahid. Negara kita sangat amat punya semua yang dibutuhkan oleh sebuah pembangkit listrik.