Selasa, 17 Agustus 2021

Pemuda, Pembangunan, dan Kemerdekaan




Potensi Pemuda

Sang Proklamator, Soekarno, begitu menekankan pentingnya peran pemuda. Ungkapannya yang biasa diulang oleh kita sekarang “Beri aku 1000 orang tua niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”. Pemuda seperti kita punya peran yang sangat strategis untuk negara. Beberapa tahun ke depan, Indonesia akan mengalami bonus demografi, dimana jumlah pemuda akan mendominasi keseluruhan penduduk Indonesia. Pada tahun 2018 aja ada sekitar 63,82 juta orang, itu semua adalah pemuda. Pemuda dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 artinya warga negara yang berada di rentang usia 16-30 tahun. Nah, saat ini saja pemuda sudah berjumlah seperempat dari jumlah penduduk Indonesia. Pada puncaknya nanti, periode tahun 2025-2030, diprediksi jumlah pemuda sudah melebihi setengah dari jumlah total penduduk negara ini. Artinya apa bagi pemerintah? Jika Pemerintah berhasil membangun pemuda, maka secara otomatis akan melejitkan pembangunan negara. Seakan menyadari potensi itu, pemerintah akhirnya getol untuk memacu sebuah indikator yang dikenal Indeks Pembangunan Pemuda. Dimensi Indeks Pembangunan Pemuda itu apa saja sih? Dimensi besarnya terdiri dari 3 lapisan; 1) Pendidikan dan Kesehatan, 2) Lapangan dan Kesempatan Kerja, dan 3) Partisipasi. Kita bisa sekedar berkenalan atau bahkan melihat secara lengkap laporan perkembangannya setiap periode di situs Bappenas Kementerian PPN.

 

Pendidikan dan Kesehatan

Lapisan pertama adalah indikator paling dasar, yaitu pendidikan dan kesehatan. Kualitas pendidikan dan di sebuah daerah sebisa mungkin dapat diakses oleh pemuda tanpa terkecuali. Kesulitan biaya seharusnya tidak boleh menjadi domain para pemuda. Tugas mereka hanya untuk fokus mengenyam pendidikan dengan jiwa dan pikiran yang sehat. Pikiran dan jiwa yang sehat tentu di-backup oleh kepastian jaminan kesehatan dan fasilitas kesehatan yang memadai. Di zaman yang katanya serba modern ini, kita masih sering mendengar para pemuda yang “menyerah” pada kenyataan biaya pendidikan yang mahal. Tidak sedikit pula yang meregang nyawa di ujung “pedang” bernama syarat dan biaya jaminan kesehatan yang tidak tergapai. Semua muncul sebagai momok yang menakutkan bagi para pemuda. Momok itu seiring waktu berubah menjadi “hal lumrah yang menyedihkan” bagi keluarga mereka secara turun-temurun. 


Lapangan dan Kesempatan Kerja

Setelah menamatkan pendidikan, tentu para pemuda butuh akses terhadap lapangan kerja dong!? Dan kesempatan kerja butuh mereka dapatkan sebagai outcome yang mereka hasilkan dari proses pendidikan. Lapisan kedua ini memang termasuk yang paling sulit dipenuhi menurut laporan IPP Tahun 2019. Iklim investasi yang berbeda tiap daerah membuat wadah untuk bekerja memang terbatas. Oleh karena itu, penting kiranya pemerintah untuk terus menanamkan jiwa berwirausaha bagi para pemuda. Hal ini sangat krusial, agar para pemuda tidak hanya menunggu peluang kerja secara formal, tetapi lebih dari itu mereka lebih bersemangat dalam menciptakan lapangan kerja baru. Pemerintah harus berinvestasi besar-besaran terhadap perkembangan pola pokir pemuda di lapisan ini. Perubahan paradigma pemuda harus diyakini sebagai tonggak awal dalam mencapai kemandirian ekonomi secara nasional.

 

Partisipasi Sosial

Nah ini lapisan terakhir. Lapisan partisipasi bagi para pemuda merupakan tanda mereka sedang hidup di lingkungan yang berdemokrasi. Para pemuda butuh dilibatkan secara aktif dalam berbagai proses pembangunan daerah, tidak memandang pria maupun wanita. Itu artinya bahwa tidak boleh ada perbedaan gender atau diskriminasi. Semua punya kapasitas dan kapabilitas sesuai dengan background pendidikan maupun berdasarkan pengalamannya sehari-hari. Intinya semua pemuda memiliki potensi yang perlu diwadahi. Semua punya hak dalam menyampaikan pendapat, tentunya dalam bingkai etika dan mendukung kemajuan tentunya. Partisipasi yang tidak terwadahi akan tersalurkan di jalan yang tidak benar. Sehingga muncul berbagai perilaku melawan hukum yang merugikan diri sendiri dan merugikan negara.

 

Sekarang jika kita para pemuda sudah melihat potensi kita dan juga perhatian yang diberikan oleh pemerintah, lalu apa yang akan kita lakukan untuk mendukung itu semua? Tentu saja kita bisa sangat membantu pemerintah. Kita bisa merubah wajah negara ini menjadi lebih baik lagi, dengan antusiasme dan tidak skeptis terhadap kemajuan. Sikap positif sebagai seorang pemuda sangat luas sekali lingkupnya. Taat membayar pajak misalnya, karena kita tahu pajak akan digunakan kembali untuk fasilitas-fasilitas pendidikan dan kesehatan yang paling mendasar. Belajar dengan rajin, karena kita tahu tingkat pendidikan akan berbanding lurus dengan berkurangnya tingkat kemiskinan. Berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan pemuda di daerah, karena kita tahu suara pemuda akan didengarkan dan menjadi muatan positif bagi pengambil kebijakan di pemerintahan.

 

Intinya kita yakin bahwa pemuda adalah agen-agen perubahan yang sebenarnya. Terus yakinkan dan pantaskan diri untuk itu. Mulai dari diri sendiri. Mulai dari sekarang. Mulai dari hal yang terkecil. Temukan perubahan di masa yang akan datang yang lebih cerah. Kata orang bijak, “Jangan tanyakan apa yang sudah negara berikan kepada kita tapi tanyakan apa yang sudah kita berikan untuk negara. Cepat pulih negeriku. Di tangan pemuda bersiaplah untuk maju. Dirgahayu Republik Indonesia tercinta. Merdeka!

Rabu, 17 Maret 2021

Pi Day, Perayaan Lahirnya Konstanta Matematika Paling Fenomenal

Konstanta Pi mungkin sudah tidak asing lagi bagi teman-teman semua, karena sudah diajarkan di bangku sekolah dulu. Dan sejarah penemuannya termasuk yang paling tua dalam catatan dunia. Penemuan konstanta ini akhirnya membawa kemajuan bagi dunia pengetahuan yang luar biasa. Bagaimana sebenarnya fakta-fakta unik dibalik perayaan hari Pi atau yang disebut Pi Day? Dan apa saja yang dilakukan warga dunia dalam merayakannya? Tonton video ini sampai habis, dan dapatkan seberkas pengetahuan yang mungkin belum kalian tahu. #ketikatacreative #NationalPiDay #14Maret #FaktaDunia

Sabtu, 25 Februari 2017

SERUAN INDAH YANG MAKIN JARANG DIINDAHKAN

Hidup sebenarnya sebuah kumpulan peraturan sekaligus tata cara dalam menjalankan aturan-aturan tersebut. Lalu bagaimana jika semakin maju zaman namun semakin banyak aturan yang dilanggar? Bagaimana jika kemajuan zaman malah semakin menciptakan cara untuk mengelabui para pembuat aturan? Saya menilai, cara-cara ini sebagai degradasi. Manusia semakin tidak patuh terhadap aturan, berani menantang aturan, malah terkesan sangat merendahkan peraturan itu sendiri. Beberapa aturan kecil yang saya perhatikan, ternyata menjadi “makanan empuk” bagi para pelanggar. Semua terangkum dalam “The Last Magic Words” versi Abdul Basel Coorporation di bawah ini.. Heuheu
1. Dilarang Buang Sampah Disini
Kalimat ini terpilih menjadi urutan pertama, karena dampak yang timbul akibat disepelekannya kalimat tersebut sangat besar. Kata orang-orang sih sampah bisa menjadi momok karena menyebabkan banjir. Saya katakan itu semua tidak benar! Itu fitnah. Sampah itu tidak pernah menjadi bahaya jika dibuang serta ditempatkan di lokasi yang benar. Jadi yang menjadi momok bagi kita adalah oknum-oknum masyarakat yang membuang sampah sembarangan. Himbauan “jangan membuang sampah disini” malah menjadi tempat favorit untuk membuang sampah. Ini baru yang namanya fakta. Kasian sekali sampah selalu menjadi kambing-hitam. Manusia yang melakukan, mereka yang harus kena tuduhan. Ternyata “sampah masyarakat” lebih berbahaya dari pada sampah perumahan.

GERAKAN “SEMINGGU TANPA MALAM MINGGU”





Tiga kata yang menarik untuk dicermati saat ini : Cinta, Pemuda, dan Malam Minggu-nya. Layaknya trisula maut dalam klub sepakbola dunia yang terus saling menguatkan sektor penyerangan. Bagai ular berkepala tiga yang akan menjemput ajalnya jika salah satu kepala dibegal. Seperti tiga mata rantai yang berhamburan tak menentu jika salah satu dari tiga pengaitnya dilepaskan. Seumpama trio warkop DKI yang tidak asyik lagi jika salah satu personilnya telah tiada. Semisal Soekarno-Hatta-Syahrir yang begitu kompak jika bersatu. Begitulah, sekedar gambaran betapa ketiga istilah itu kaitannya sungguh erat.

Cinta. Tidak ada yang salah dengan cinta. Cinta hanya kata paling sering dicari dalam kamus para pujangga. Pemuda pun demikian, tidak ada yang aneh dengan kata itu. Malam minggu juga hanya sebuah frase yang terbentuk sebagai istilah lain dari hari sabtu malam. Menariknya adalah saat ketiganya dijejerkan dalam sebuah fenomena kekinian, dalam renungan dalam tentang pergaulan; ketiganya menjadi asyik untuk dijadikan bahan pembelajaran. “Cinta” selalu terkait dengan kejiwaan (psikologi), “Pemuda” akan dinilai dari fisik, sedangkan “Malam Minggu” (entah kenapa saya rasakan) erat kaitannya dengan spiritualitas.

Kenapa frase Malam Minggu, yang bagi sebagian besar pemuda bermakna spesial, namun bisa bermakna spiritual? Pertanyaan itulah yang menjadi titik tumpu (alasan) adanya tulisan ini. Saya tergerak untuk menulis tentang topik ini, bukan berarti saya haters dari hari sabtu malam tersebut, bukan pula berarti saya tidak pernah ‘nongkrong’ menikmati desiran pantai serta menikmati bagaimana gegap gempitanya dunia di malam minggu. Justru karena pernah merasakan sehingga saya tahu, sehingga memberi waktu bagi nurani untuk merenung. Perlahan bergelayut rasa bosan dari lubuk hati yang biasa terjadi pada manusia dalam menghadapi suatu kesenangan semu.

Sifat Menginginkan Milik Orang Lain, Tanda Perlu Introspeksi! Jangan Jadi Pemuda "SMS"




Pagi tadi tepat pukul 05.30 wita, saya sedang asyik menikmati berbagai buku bacaan di dalam kamar. Suasana rumah tetangga juga masih sangat sepi, hanya suara kodok dan jangkrik yang sahut menyahut menyapa gendang telinga saya. Ini mungkin suasana khas Bulan Ramadhan, warga masih lelap dalam tidurnya selepas bangun makan sahur yang lebih awal dari jadwal bangun biasanya. 

Sedang asyik membaca, saya dikagetkan dengan teriakan ayah dari kamarnya. Suara beliau seperti sedang menghardik seseorang. Benar saja, ayah tidak sempat bertindak lebih jauh, diluar halaman kami yang luas telah dimasuki oleh "tamu tak diundang". Seorang pemuda telah memanjat pagar rumah kami, dan mengambil induk ayam yang tengah asyik bermain dengan anak-anaknya. Sebelum ayah sempat berlari keluar, induk ayam itu sudah ada di pelukan sang pemuda, dia segera keluar dari pagar lalu memacu motor yang diparkir diluar sekencang-kencangnya.

Sejenak saya tertegun mendengar kalimat yang keluar dari mulut ayah. Beliau mengutuk nyali para pemuda yang kerap dipergunakan dalam cara-cara yang salah. Negara ini makin edan, pikirku.

KENAPA PERUBAHAN ITU BEGITU MENYAKITKAN? (Sebuah Renungan Untuk yang Mengaku Kekinian)

Tuhan, berilah aku kedamaian untuk menerima hal-hal yang tidak dapat aku ubah, keberanian mengubah hal-hal yang bisa aku ubah, dan kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaan antara keduanya” (Reinhold Niebuhr).

 

Entah sudah berapa banyak kaum bijak yang mengutarakan statement-nya tentang kehidupan yang dinamis, selalu berubah dari waktu ke waktu, bahwa hidup itu bergerak hingga waktu yang tidak bisa ditentukan oleh makhluk hidup sendiri, sebab hidup bukan spekulasi, oleh karena ada Yang Maha Mengatur untuk kita yang berperan sebagai ‘pemain’. Tidak ada yang tidak berubah di dunia ini, kecuali perubahan itu sendiri, begitu kata mereka.

Masalahnya adalah tentu saja mengeksekusi sebuah perubahan tidak semudah mengucapkan kata “perubahan” itu sendiri. Ada sebuah memontum yang tidak mungkin terelakkan, ketakutan atas perubahan yang meminta pengorbanan harta, jiwa, maupun tenaga. Kurang lebih empat belas abad yang lalu, orang yang paling saya kagumi sejarahnya; sosok yang ucapannya selalu menggetarkan relung-relung jiwa yang sedang kering; jiwa fitri yang membawa ajaran yang suci; berusaha menjadi media nyata untuk menyampaikan firman Allah. Ya, Sang Rasul berusaha membawa perubahan dengan usaha maksimal agar sekecil-kecilnya ‘meminta’ pengorbanan dari pihak yang ingin berubah. Tapi anehnya, walau Rasul membawa risalahnya dengan cara damai, tetap saja ada raut ketakutan dari musuh-musuhnya. Mereka takut menghadapi perubahan, mereka anti untuk meninggalkan “sosok” sesembahan mereka yang lebih nyata di depan mata, yang mereka buat sendiri dengan tangan-tangan penuh noda.

BERITA KADANG MENGGALI WAWASAN, TAK JARANG JADI IDE UNTUK KEJAHATAN

Media informasi tidak bisa dipungkiri semakin menjadi garda terdepan dalam menambah wawasan kita di era globalisasi saat ini, baik itu media dalam bentuk cetak maupun elektronik. Pemberitaan di televisi yang menjadi tontonan paling nyata yang dihadirkan di depan mata mampu menyajikan beragam dinamika yang terjadi di seluruh pelosok nusantara. Tapi kenyataan itu makin terasa nyesek bagi saya pribadi -entah Anda sekalian juga merasa yang sama- bahwa semakin banyak muatan berita kriminal yang kronologisnya bahkan diluar logika dan imajinasi kita sekalipun! Seakan dunia ini menjadi ajang lomba kreatif dalam berbuat kejahatan.

Kita bisa saja menyaksikan pemberitaan yang beragam dalam satu waktu, yang bisa membuat kita geleng-geleng kepala keheranan : ada kasus orang tua (ayah) memperkosa anak kandungnya yang masih di bawah umur, ada kasus seorang anak yang gantung diri karena tidak diizinkan bertemu dengan ayah kandungnya, ada pula yang sebuah keluarga yang memilih mati bersama dengan meminum racun serangga karena alasan ekonomi, ada kasus kelompok pria normal yang berebut memperkosa wanita tunawisma, ada kasus seorang anak yang menuntut ibunya yang sudah lanjut usia di pengadilan karena permasalahan lahan, ada pula yang menuntut orang tua lanjut usia lantaran beliau hanya mengambil sayur di lahan si penuntut. Ada lagi kasus begal motor yang merajalela, pencurian sepeda motor secara masif, pembobolan bank versi internet dan sms banking, serta tak lupa pula kasus jual-beli jasa prostitusi online yang mulai meresahkan. Tentu masih banyak lagi kasus lain, yang jari saya akan pegal jika harus mengetikkan semuanya disini!

Pemuda, Pembangunan, dan Kemerdekaan

Potensi Pemuda Sang Proklamator, Soekarno, begitu menekankan pentingnya peran pemuda. Ungkapannya yang biasa diulang oleh kita sekarang “ ...