Jumat, 31 Januari 2014

Nyari Pasangan? Terapkan Filosofi Tangkap Ayam ini!



Ada sebuah kisah menarik yang kalau boleh saya bagi kepada rekan kompasiana sekalian. Kisah yang membawa pada sebuah kesimpulan bijak. Semoga bermanfaat. :)

Aku punya seorang sahabat (Geri—nama samaran), dia masih menempuh kuliah di salah satu perguruan tinggi Yogjakarta. Dia sudah lama tidak punya pacar alias nge-jomblo (tapi dia bersikeras tidak mau disebut jomblo, tapi single). Tepatnya dia sudah tidak pernah lagi merasakan nikmatnya pacaran sejak lulus SMA, berarti udah hampir 4 tahun. Wow! (padahal aku sendiri juga gitu). Hmm, mungkin akibat sudah lama tidak pacaran ini, sehingga Geri menjadi sangat obsesif. Dia sangat berkesan dengan film “Habibie-Ainun” yang kira-kira berkisah tentang romantisnya kehidupan seorang professor Habibie dan dokter Ainun itu. Jadilah Geri, yang sekarang masih mahasiswa semester tingkat akhir jurusan teknik, kian terobsesi mencari seorang wanita yang kuliah di kedokteran. Dia yakin bisa mendapatkan apa yang diinginkan itu. Nah! Setelah keyakinan itu ditanamkan secara mendalam di dasar hatinya, maka dia mulai menjalankan aksi.

Mission Ambune Impossible

Adalah 3 orang wanita (sebut saja Sinta, Santi, dan Sinti) yang masih teman kami juga, coba didekati oleh Geri. Ketiga wanita tadi sama-sama kuliah di kedokteran umum, namun pada perguruan tinggi yang berbeda kota. Sinta didekati terlebih dahulu, namun Sinta tidak pernah memberi harapan. Geri malah dinasehati bahwa diusia segini sudah tidak asyik lagi dipakai buat pacaran, nyari pasangan langsung nikah aja.Geri tidak mau menyerah, tiap hari dia nelpon ngajakin Sinta langsung nikah setelah selesai kuliah. Sinta yang merupakan gadis baik selalu dengan sabar mengatakan bahwa tidak ada perasaan yang berlebih pada hatinya. Lama-kelamaan Geri patah semangat, dan menjauh secara perlahan.

Tidak lama berselang, Geri kemudian mencoba peruntungan dengan mendekati Santi. Kali ini Geri lebih mudah melakukan pe-de-ka-te, sebab Santi berada satu kota dengannya. Santi lebih mewah hidupnya dari Sinta, body-nya pun lebih bahenol. Geri sudah kenal lama dengan Santi ini, malah sudah sangat akrab, namun baru kali ini dia mencoba menyatakan cinta. Pertama, karena Santi baru saja 3 bulan putus sama pacarnya; kedua, demi obsesi pribadinya terhadap mahasiswa kedokteran. Apalah yang mau dikata, ketika cinta telah dinyatakan, bukan penerimaan yang didapat. ‘Maaf Ger, aku sudah anggap kamu teman, tidak lebih, aku sudah tahu semua baik-buruknya kamu, tidak akan cocok dengan aku sampai kapanpun. Lebih baik kita berteman saja’. Degg! Ungkapan yang sama datang dari Sinti, ketika Geri mengalihkan incaran padanya. Sinti adalah adik tingkat Geri ketika SMA. Geri ingin mencoba peruntungan dengan menembak gadis di bawah umur [dibawah umurnya dia maksudnya]. Sinti ternyata tidak pernah suka sama Geri!

Seutas Benang Merah

Ketika aku dihubungi oleh Geri via telepon, dia selalu curhat masalah asmaranya itu. Apa yang salah dengan dirinya? Apa yang dicari oleh wanita-wanita itu? Itu pertanyaan yang selalu diulang-ulangi setiap kali menelepon, terkesan hanya meluapkan emosi dari pada bertanya. Aku akhirnya menankap sebuah benang merah. Kesalahan fatal adalah ketika obsesi dikedepankan melebihi kapasitas cinta. Ketika sudah obsesif, maka secara sadar atau pun tidak, kita akan cenderung mengumbar apa yang kita inginkan terhadap lingkungan sekitar. Lingkungan Geri diperburuk dengan Santi, Sinta, dan Sinti yang merupakan teman juga. Jadi, apa pun yang Geri lakukan terhadap Santi, pasti Sinta dan Sinti pun akan tahu. Begitu pun seterusnya, ketika sudah gagal sama Santi, maka Sinta dan Sinti akan siaga dan memasang kuda-kuda. Lagi pula satu hal yang tidak wajar telah dilakukan oleh Geri, ini menambah keruh suasana. Saat pendekatan dengan Santi gagal, maka Geri berlabuh pada Sinta, jika gagal lagi ke Sinti. Terus, jika Sinti sudah ilfil, Geri balik lagi menggoda Sinta dan Santi. Begitu seterusnya, hingga membentuk siklus dan lingkaran syetan. Hehe..

Filosofi Tangkap Ayam

Tibalah saat dimana aku sudah tidak tahan dengan sikap Geri. Setelah aku nasehati sedemikian rupa, maka aku berikan dia sebuah kalimat penutup yang mungkin akan dia ingat sepanjang hidupnya. Kalimat itu sekaligus menjawab pertanyaan yang selalu dia ulang-ulang (Apa yang salah dengan dirinya? Apa yang dicari oleh wanita-wanita itu?)

“Ger, kesalahan yang fatal mungkin telah kamu lakukan. Itu pelajaran agar tidak diulangi di lain waktu. Kita harus sudah lebih dewasa. Jangan utamakan obsesi diatas rasa cinta. Dan yang paling penting, ketika mencari wanita harus menerapkan filosofi tangkap ayam. Jika ada ayam 10 ekor di lapangan, terus kamu kejar dan mau nangkap sekaligus 10 ekor ayam itu, maka kamu tidak akan mendapat apa-apa. Beda jika kamu fokuskan untuk mengejar dan menangkap satu ekor ayam terlebih dahulu. Kita ini lelaki bung, pantang galau jika apa yang dilakukan sudah benar dan sesuai prosedur. Mati satu tumbuh seribu!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan komentar anda..
Pasti sangat membangun untuk perbaikan blog ini..

Pemuda, Pembangunan, dan Kemerdekaan

Potensi Pemuda Sang Proklamator, Soekarno, begitu menekankan pentingnya peran pemuda. Ungkapannya yang biasa diulang oleh kita sekarang “ ...