Selasa, 21 Januari 2014

Aku Rindu Seleksi CPNS yang (Benar-benar) Bersih



Usiaku mungkin masih terbilang muda untuk mengikuti seleksi tes pegawai negeri sipil. Pada akhir tahun 2013 kemarin, aku mengikuti seleksi masuk yang diselenggarakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum setelah setahun sebelumnya aku lulus dari perguruan tinggi. Sesaat setelah lulus perguruan tinggi tersebut, harapanku melambung tinggi karena berdasarkan kabar yang berhembus bahwa tahun 2013 merupakan akhir dari moratorium PNS. Prediksi berbagai media bahwa tahun 2013 jelas akan ada penerimaan besar-besaran untuk pegawai negeri. Namun tak disangka, harapanku(dan mungkin seluruh calon pegawai seluruh Indonesia) kemudian sirna begitu saja ketika pada kenyataannya pemerintah hanya membuka lowongan jauh di bawah penerimaan di tahun 2010. Lowongan yang ada di daerah-daerah pun sangat amat dibatasi, sehingga banyak teman-teman sesama jobseeker yang mengeluh terhadap kebijakan ini. Lowongan yang terbatas di daerah membuat aku mengalihkan bidikan ke lingkup yang lebih luas, yaitu ranah kementerian pusat. Langkah ini mesti dipilih, tidak ada jalan lain, walaupun ini berarti harus bersaing dengan peserta seluruh Indonesia. Saat itu jumlah pendaftar untuk Kementerian Pekerjaan Umum saja sebanyak 13 ribu lebih, dan hanya akan diterima 200 orang. Bisa dibandingkan dengan tahun 2010, yang mendaftar kurang dari 13 ribu, tapi jumlah yang dibutuhkan sebanyak 3000 kursi. Luar biasa perbedaannya!

Jumlah kebutuhan calon pegawai yang menyusut ini secara langsung membuat persaingan antar peserta semakin ketat. Jauh hari sebelum pelaksanaan tes dimulai pemerintah telah mewanti-wanti kepada warga negara Indonesia bahwa rangkaian seleksi akan dibuat ekstra ketat. Tidak akan ada peluang untuk disusupi oleh berbagai tindak pelanggaran dan penyelewengan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pemerintah katanya bekerja sama dengan instansi-instansi yang bisa menjamin itu semua, seperti BIN, KPK, Polri, dan lain-lain. Sistem penyelenggaraan tes di lingkungan kementerian pusat pun sudah ada yang menggunakan metode CAT (Computer Assisted Test), yang katanya 100 persen aman karena hasil langsung bisa diketahui saat itu juga. Namun sebagian besar daerah-daerah seluruh Indonesia yang masih menggunakan LJK (Lembar Jawaban Komputer). Anehnya, aku lolos ketika tes pertama dengan sistem CAT, tapi tes tahap kedua menggunakan LJK. Aku kemudian agak putus asa dengan tes kedua, karena aku tahu sistem LJK inilah yang bisa menjadi sarang masuknya penyelewengan dari berbagai pihak. Betapa tidak, di daerahku sendiri banyak teman-teman yang bangga dengan adanya ‘orang dalam’ yang bisa menjamin mereka masuk lewat ‘jalur belakang’ dengan syarat menyetor sejumlah uang. Saat itu juga akuberpikir, dimana peran instansi-instansi yang tadinya berkoar bisa memotong mata rantai syetan kebobrokan birokrasi seleksi ini? Apa mereka hanya akan selalu menjadi objek formalitas belaka? Apa yang bisa mereka lakukan untuk menghentikan ini semua?

Kembali ke proses seleksiku di kementerian pusat tadi. Aku di seleksi tahap pertama mendapat nilai yang masuk dalam kategori menengah, cukup memuaskan untuk bisa lolos ke tahap kedua. Pada tahap kedua ini, aku mendapat nilai yang masuk dalam kategori paling tinggi. Aku sudah senang sekali pada waktu itu, mengira akan lolos ke tahap akhir. Ternyata, ada satu peraturan yang menurutku cukup mengagetkan dan membuat syok. Peserta yang lolos adalah mereka yang nilai rata-rata tes pertama dan keduanya paling tinggi. What?? Aku tidak pernah tahu kalau kedua nilai itu akan dijumlah dan dirata-ratakan! Dan yang paling membuatku heran, itu adalah tes terakhir. Padahal sebelumnya diberitakan bahwa akan ada tes wawancara sebagai tes tahap akhir. Degg!

Aku cuma bisa gigit jari, semua tidak harusnya jadi seperti ini. Keluargaku silih berganti memberi dukungan moral, mereka selalu mengingatkan tentang kalau memang rezeki nggak akan kemana. Aku mengerti, aku sangat paham kalimat itu. Namun semuanya begitu mengecewakan, terutama terkait dengan sistem penyelenggaraan yang tak pernah jauh dari kesan buruk. Aku terus merenung dalam kesendirian selama beberapa hari, menata hati yang kecewa saat itu. Kapan negara ini bisa mendapatkan pegawai-pegawai dengan potensi yang sebenarnya jika perekrutannya masih melihat uang? Aku katakan bahwa pemerintah hanya akan memelihara ‘bom waktu’ ke dalam setiap instansi kepegawaian, yang suatu waktu akan siap menghancurkan tubuh negara ini sendiri. Pada awal seleksi saja mereka sudah berani curang, bagaimanakah mungkin kerjanya bisa benar? Akan adakah kontribusi berarti bagi negaranya kelak?

Aku membaca salah satu artikel di Harian Sindo, bahwa ada 9 celah sebagai tempat masuknya penyelewengan di dalam seleksi CPNS, yaitu :
  1. Pelamar tidak memenuhi kriteria sebagai honorer K2. Pegawai honorer yang bekerja setelah batas waktu tersebut tidak dapat dimasukkan pada peserta honorer K2. Uji publik atas data ini masih belum diketahui hasilnya dengan baik.
  2. Untuk memperkecil persaing dalam seleksi CPNS, seringkali dilakukan diskriminasi pada seleksi administrasi bagi pelamar tertentu terkait dengan nomor ujian dan lokasi ujian.
  3. Saling menitip pelamar oleh pejabat atau pihak tertentu. Contoh, kepala daerah atau pejabat instansi A menitipkan kerabat pada rekrutmen CPNS di daerah B. Sebaliknya, kepala daerah atau pejabat instansi B menitipkan kerabat, pada rekrutmen CPNS di daerah A.
  4. Kebocoran soal TKD (tes kemampuan dasar) dan TKB (tes kemampuan bidang).
  5. Adanya prakter perjokian dalam TKD dan TKB.
  6. Pengisian kembali LJK (lembar jawaban komputer) pelamar tertentu oleh pihak lain setelah ujian TKD atau TKB dilaksanakan.
  7. Ada pemerasan atau praktek suap oleh pejabat atau pihak lain setelah ujian TKD atau TKB dilaksanakan
  8. Adanya penambahan pelamar yang lolos TKD dan TKB pada pengumuman resmi di pemerintah daerah.
  9. Adanya CPNS mendapatkan NIP, meski tidak mengikuti tidak mengikuti proses seleksi.
LUAR BINASA, bukan?!

Menurut kabar burung yang kudengar, pada bulan Juni tahun ini diadakan lagi lowongan CPNS bagi seluruh warga Indonesia. Aku harap semakin ke depan sistem seleksi bisa lebih baik lagi, jauh dari praktek KKN. Semua demi calon-calon pegawai operasional Indonesia yang berdaya guna dan berhasil guna. Seleksi bukan hanya sekedar formalitas untuk meraup keuntungan, dan malah mendiskreditkan yang tak memiliki uang. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan komentar anda..
Pasti sangat membangun untuk perbaikan blog ini..

Pemuda, Pembangunan, dan Kemerdekaan

Potensi Pemuda Sang Proklamator, Soekarno, begitu menekankan pentingnya peran pemuda. Ungkapannya yang biasa diulang oleh kita sekarang “ ...