Selasa, 28 Januari 2014

Jokowi (dalam) Menghindari Pusaran Gratifikasi


Harus diakui bahwa menjadi seorang pejabat pemerintahan perlu dengan hati yang tulus untuk mengabdi dan berkontribusi. Kalau tidak begitu, ratusan peraturan yang mengikat telah siap merongrong setiap kesalahan dan pembangkangan para pegawai. Salah satu norma hukum yang mengatur pejabat pemerintahan itu adalah terkait dengan gratifikasi. Gratifikasi menurut penjelasan pasal 12B UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara.

Baru-baru ini Jokowi sebagai Gubernur Jakarta telah dua kali melaporkan pada KPK barang yang memicu pidana gratifikasi hasil pemberian orang lain. Barang yang pertama berupa Gitar merk Ibanez yang diberikan oleh grup band Metallica. Barang kedua berupa kacamata merk Hawker oleh pembalap GP handal asal Spanyol, Jorge Lorenzo. Kedua orang ini tentu saja adalah orang yang sangat terkenal dan memiliki banyak fans. Kedekatan mereka dengan orang nomor satu di DKI Jakarta, melalui pemberian barang, akan langsung mendapat sorotan tajam dari mata dan kamera yang berkeliaran. Apresiasi patut diberikan kepada Jokowi dengan kesediaannya melapor kepada KPK sebagai lembaga indpenden penanganan kasus rasuah di Indonesia. Pada pelaporan pertama, gitar dari Metallica harus disita karena dianggap murni sebagai gratifikasi, karena band tersebut akan melangsungkan konser di Jakarta. Pelaporan kedua untuk pemberian kacamata masih dalam tahap proses.


Banyak kalangan menilai bahwa apa yang dilakukan oleh Jokowi ini patut dipuji dan dijadikan teladan bagi setiap insan pemerintahan dimana pun berada, karena korupsi besar diawali dengan hal-hal sepele yang dengan sadar atau pun tidak dilakukan. Pelaporan kepada KPK akan menjadi awal yang baik untuk memutus lingkaran setan terkait korupsi di dalam tubuh pemerintahan. Jika ada salah satu pejabat melapor, menurut saya itu sebagai tanda dia patuh pada hukum. Walaupun pada era sekarang ini saya lebih banyak bersikap apatis terhadap ucapan dan tindakan para politikus pemerintahan. Sudah tidak banyak yang bisa dipercaya. Kadang tindakan baik yang dilakukan di depan kamera hanya untuk mencari muka, kalau istilah kerennya itupencitraan. Jika di depan kamera media mereka selalu melaporkan barang kecil pemberian orang yang memicu gratifikasi, maka di belakang layar mereka menyembunyikan ratusan gratifikasi besar yang memperkaya diri sendiri. Jika di depan kamera mereka berlaku dermawan, maka tetangga di sekitar rumah mereka tidak pernah dibantu. Banyak lagi kesan miring yang lain jika membahas insan politik.

Saya berharap pemimpin-pemimpin di Indonesia bisa tampil apa adanya, tidak menampakkan apa yang tidak biasa dilakukan hanya demi meraup pujian untuk diri pribadi. Jangan pernah menjadi serigala berbulu domba, lain di hati lain di mulut..sebab semakin lama para pemimpin hidup dalam kemunafikan, semakin lama rakyatnya akan hidup dalam buaian bayang kesejahteraan semu. Indonesia tidak boleh seperti itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan komentar anda..
Pasti sangat membangun untuk perbaikan blog ini..

Pemuda, Pembangunan, dan Kemerdekaan

Potensi Pemuda Sang Proklamator, Soekarno, begitu menekankan pentingnya peran pemuda. Ungkapannya yang biasa diulang oleh kita sekarang “ ...