Minggu, 03 November 2013

Refleksi Tahun Baru Islam (1435 H) untuk Pemuda..


Sejarah Islam beserta perjalanan hidup Rasul yang agung, Muhammad SAW, bagaikan samudera ilmu yang seakan tiada akan pernah habis untuk diteladani. Salah satu bagian atau momen penting dalam hidup beliau adalah peristiwa hijrah. Mengapa disebut dengan hijrah? Karena dalam bahasa Arab-nya, hijrah berarti pindah atau melakukan perjalanan untuk menetap di suatu lokasi baru. Hari itu tepat malam tanggal 27 shafar tahun ke-14 kenabian (tanggal 13 September 622 M), Rasulullah berjalan meninggalkan Makkah ditemani oleh sahabat setianya Abu Bakar menuju Kota Yastrib (saat ini bernama Madinah). Alasan yang cukup logis bagi Rasul untuk segera pindah dari negeri yang sudah tidak aman lagi bagi masa depan kaum dan agamanya. Apakah Nabiyullah takut? Apakah beliau tidak percaya dengan bantuan Allah? Sungguh, Allah sendiri yang telah mengarahkan beliau untuk berhijrah, ini punya hikmah tersendiri, selain agar umat Islam mempunyai waktu dan tempat untuk menyusun kekuatan, kepindahan itu kemudian membawa perubahan yang sangat masif bagi perkembangan Islam di Yastrib (Madinah). Disanalah tempat bersatunya persaudaraan yang paling mengagumkan dalam sejarah dunia, yaitu antara kaum Muhajirin dan Anshar. Setelah membangun kehidupan madani yang baru di Madinah dan mempersaudarakan kaum muslimin, membuat Piagam Persekutuan Islam, dan bahkan membuat perjanjian untuk hidup rukun bersama kaum Yahudi setempat. Barulah ketika kekuatan Islam menjadi kuat, serangkaian perang terjadi antara kaum muslimin di Madinah dengan kaum kafir Quraisy di Makkah. Peperangan yang tercatat dalam buku sejarah berturut-turut : Perang Badar, Perang Uhud, Perang Ahzab, Perang dengan Bani Quraizhah, Perang dengan Bani Mushthaliq,Perang Mut’ah, dan Perang Tabuk. Pasca Perang Tabuk, kaum Muslimin kembali masuk dan menguasai Kota Makkah dengan gemilang.

Gugusan kalimat diatas hanya usaha saya menguraikan sepenggal kisah tentang sejarah hijrahnya kaum Muslimin di zaman Rasulullah. Bukan kapasitas saya untuk bisa menguraikannya secara terperinci, seperti dalam buku-buku monumental karangan para ulama, contohnya saja oleh Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri. Saya hanya ingin belajar menafsirkan secuil dari jutaan kandungan esensi dalam peristiwa hijrahnya kaum muslimin tempo dulu sesuai dengan sudut pandang seorang pemuda awam yang hidup di pengujung zaman.


Tanggal 1 Muharram di tahun ini jatuh tepat pada tanggal 5 November 2013. Memang begitulah saat ini, penanggalan tahun hijriyah tidak lebih dikenal dari bulan-bulan di tahun masehi. Coba saja tanyakan pada para pemuda, apa saja nama bulan dalam penanggalan hijriyah? Saya berani bertaruh, hanya dua dari sepuluh orang yang mampu dengan fasih mengucapkannya. Bagaimana pemuda muslim bisa belajar dan mengambil pelajaran dari peristiwa hijrah, sementara ketertarikan terhadap itu tidak terpatri dalam relung hati? Saya tentu mengingatkan pula pada diri sendiri, kita lebih mengenal akan perayaan tahun baru masehi beserta tetek bengek euforianya dari pada tanggal peringatan pindahnya umat muslim Mekkah karena rongrongan kebengisan kaum kafir Quraisy. Kita lebih bangga meniup terompet di tanggal 1 januari pukul 00.01 (bayangkan sampai detik-detiknya dinanti), dari pada menengadahkan kedua tangan mendoakan umat Islam di tanggal 1 Muharram. Ketika kita harusnya mengambil pelajaran dari kebengisan kaum kafir, malah para pemuda-pemudi masa kini menularkan kebiasaan yang dibawa oleh kaum kafir. Paradoks!

Tengoklah sejenak ke belakang. Katanya sesama muslim itu saudara. Sepakat? Oleh karena itu, mari kita bayangkan derita yang dialami oleh As-sabiquunal awwaluun (sahabat-sahabat yang pertama kali masuk Islam), bagaimana keamanan dan kenyamanan hidup di kota sendiri menjadi hal yang sulit diperoleh. Banyak sahabat yang orang tuanya dibunuh, diperkosa, dipaksa untuk kembali kepada kepercayaan nenek moyang. Para sahabat pun mendapat siksaan fisik yang luar biasa; dijemur di gurun pasir seraya ditindih badannya dengan batu besar, dirajam, hingga ditikam. Namun semakin keras siksaan dari kaum kafir, makin mantap mereka untuk bersedia mati demi Islam. Satu kata di lidah mereka, AHAD! Allah Yang Satu.

Ada sebuah keyakinan, yang memunculkan pengorbanan yang luar biasa. Ada sebuah pengabdian, yang menerbitkan kehidupan yang zuhud (sederhana). Ada sebuah penghambaan, yang menelurkan keberanian dan tekad sekeras baja. Ada sebuah kesetiaan, yang mengutamakan Agama dan Rasul dari apa pun wujud dunia. Hijrah membawa pada perubahan. Hijrah adalah angin surga awal bagi pengorbanan, pengabdian, penghambaan, dan kesetiaan sahabat selama berada dalam jeratan kaum kafir. Negeri tempat berhijrah membawa kedamaian, kesejahteraan, dan juga kepastian untuk merebut kembali tanah Makkah yang dicintai.

Kini, roda jaman telah berputar lebih dari seribu tahun sejak peristiwa bersejarah itu. Hari Selasa ini (05-11-2013) kita akan menginjak tahun ke 1435 setelah hijrahnya Rasulullah. Pertanyaan pentingnya adalah : sejauh mana kita telah berhijrah? Atau kita bahkan belum tahu akan berhijrah kemana? Sudah barang tentu kata “hijrah” disini tidak melulu berarti pindah seperti Nabi dan para sahabatnya. Kalau kata bapak saya, “Hijrahnya kita saat ini harus bermakna perubahan. Merubah semua yang buruk dan ber-transisi menjadikannya baik”. Pemuda adalah lokomotif perubahan, seharusnya harus lebih cepat berubah dari pada zaman itu sendiri, berubah menuju lebih baik tentunya. Mari kita cintai Islam, agar dapat menyaring apa yang bukan kaidah yang diajarkan oleh Islam. Kata Nabi “barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk kaum itu”. Kita ISLAM, dan tidak mau menyerupai kaum lain!


Akhir kata : keyakinan, kesetiaan, dan pengorbanan sangat menakjubkan ketika kita tahu kepada siapa kita yakinkan hati, untuk siapa kita setia dan berkorban. Selamat Tahun Baru Hijriyah 1 Muharram 1435 H. Salam Pemuda Muslim! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan komentar anda..
Pasti sangat membangun untuk perbaikan blog ini..

Pemuda, Pembangunan, dan Kemerdekaan

Potensi Pemuda Sang Proklamator, Soekarno, begitu menekankan pentingnya peran pemuda. Ungkapannya yang biasa diulang oleh kita sekarang “ ...