Rabu, 24 Juli 2013

SOSIAL DAN SPIRITUAL, MODAL PENTING PERSIAPAN PENSIUN





Pensiun bagi setiap orang memiliki esensi yang berbeda. Ada orang yang menganggap pensiun merupakan sebuah anugerah, karena dapat terbebas dari pekerjaan yang melelahkan dan menikmati hari tua dengan tenang. Selain itu, tidak jarang orang yang menganggap pensiun adalah sebuah fase dimana kita tidak produktif lagi, ekonomi lesu, dan tidak ada lagi waktu untuk bersenang-senang. Bagaimana pun juga, periode pensiun harus dipersiapkan dengan matang. Perencanaan harus terkesan holistik, mencakup semua bidang kehidupan, sebab pensiun mencakup beberapa unsur penting seperti usia, kesehatan, kenyamanan, dan keturunan. Semua komponen tersebut menjelma menjadi sebuah satu kesatuan yang saling berhubungan dan melengkapi.


Satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa membicarakan tentang persiapan pensiun tidak melulu harus terkait dengan keuangan. Seberapa pun besarnya kekayaan tidak menjamin kebahagiaan bagi kita kelak. Walaupun tidak dapat dipungkiri kita tidak dapat hidup tanpa uang di jaman semodern ini. Tetapi ada berbagai macam hal lain yang perlu untuk diprioritaskan untuk menggapai hari tua. Menurut saya, pendekatan sosial dan spritual mutlak harus dikedepankan dari pada sisi ekonomi. Jaringan pertemanan (networking) akan sangat membantu kita untuk tetap survive di hari tua. Ekonomi yang mapan mungkin bisa saja membuat kita gemuk, tetapi dengan networking yang luas kesehatan kita tetap terjaga sekaligus dapat selalu tersenyum bahagia. Apalagi jika pendekatan sosial tersebut dilengkapi dengan spiritual yang mumpuni, jadi ibarat kata orang bijak “seimbang dalam hablum minallah wa hablum minannas“.

Langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk pendekatan ke arah sana? Silaturahim salah satu kuncinya. Sangat bagus sekali saya rasa ketika jauh hari sebelum pensiun memiliki banyak jaringan pertemanan, hidup serasa luas, hutang-hutang gampang lunas, tidak pernah merasa malas, apalagi sampai hidup memelas. Ketika pagi kita berangkat kerja dinanti, saat siang kita dicari, kemudian malamnya kita saling merindu di hati. Ukhuwah yang terbina dengan lancar dapat kita pergunakan sebagai ajang untuk berlomba menuju kebaikan, tiap sore kita berkumpul mengadakan pengajian rutin, rutin mengadakan baksos, dan masih banyak lagi tentunya. Kesemuanya ini justru jauh lebih berarti dari pada hidup sebagai orang kaya namun selalu merasa kesepian di dalam kamar yang luas. Bergerak rasanya malas, tempat tidurnya terbuat dari emas, tapi akhirnya kena penyakit gula(s).

Perbedaannya orang tua yang lebih mengedepankan ekonomi ketimbang persiapan dari segi sosial dan spiritual salah satunya adalah dari preferensi pemilihan tempat tinggal saat memasuki usia senja. Pensiunan bank swasta yang kaya raya misalnya lebih memilih tinggal di jantung kota yang ramai, karena hatinya selalu merasa kesepian dan takut — takut akan mati sendiri, mati dalam sepi–, sedangkan pensiunan yang memiliki hubungan sosial dan spiritual yang bagus, walaupun dia hanya punya uang untuk membeli rumah sederhana, dia akan memilih untuk tinggal di pinggir kota, dimana suasana yang jauh dari keramaian. Orang ini yakin ketenangan akan diperoleh disana di hari tuanya. Walaupun jauh dari kehidupan kota, dia yakin setiap sahabat dan rekannya selama hidup di kota akan tetap berebut untuk bertemu dengannya.

Tokoh yang paling menjadi inspirasi bagi saya dalam melihat realita dunia sebagai kumpulan networking adalah Ustadz Yusuf Mansyur. Beliau selama sisa hidupnya ini selalu sibuk menyiapkan usia pensiun dengan usaha yang benar-benar mengutamakan jaringan yang luas. Tidak heran jika sebagian besar warga Indonesia sudah mengenal beliau. Melalui kegiatan majelis ta’lim, beliau selalu menyuarakan untuk rajin bersedekah, karena dapat membuka jalan bagi rezeki dan silaturahmi. Saya merasa kekuatan sedekah dan silaturahmi (kegotongroyongan) mampu menjadi pesaing yang tangguh bagi sistem konvensional saat ini yang sudah banyak dirasuki oleh sistem kapitalis. Dan saya yakin pula bahwa akhir hidup seseorang yang lebih mengutamakan pendekatan spritual dan sosial lebih mulia dari pada yang hanya mempertimbangkan segalanya hanya dari sisi ekonomi.. Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan komentar anda..
Pasti sangat membangun untuk perbaikan blog ini..

Pemuda, Pembangunan, dan Kemerdekaan

Potensi Pemuda Sang Proklamator, Soekarno, begitu menekankan pentingnya peran pemuda. Ungkapannya yang biasa diulang oleh kita sekarang “ ...