Kamis, 17 Februari 2011

KETIKA HARUS BERUBAH




Perubahan bisa diimajinasikan sebagai suatu hal yang luar biasa jika dikaitkan dengan hidup dan kehidupan. Manusia hidup dalam dunia yang penuh mobilitas, dan mobilitas tersebut yang paling mudah menjadi cikal bakal perubahan. Jika manusia hidup tanpa melakukan perubahan yang berarti, betapa tak berartinya manusia di sisi Sang Maha Hidup. Pada hakikatnya manusia hanya butuh kesiapan diri untuk berubah, sebab pedoman untuk mencapai perubahan tersebut telah digoreskan oleh Sang Pencipta dalam kitab suci Al-Qur’an.

Manusia seringkali terjebak dalam berbagai permasalahan hidup yang begitu pelik. Masalah itu akan mengarahkan manusia pada sebuah persimpangan jalan hidup. Pada saat itulah manusia harus memilih akan menenpuh jalur jalan yang mana. Salah satu jalan mengarahkan manusia untuk menyerah kalah kepada masalah, sedangkan jalur jalan lain akan mengarahkan pada keteguhan hati untuk menerima masalah sebagai bagian dari hidup. Manusia yang memilih jalan pertama akan berpikir untuk lari dari masalah yang menghadang. Tahap pelarian ini yang cenderung membawanya pada persimpangan baru yang lebih ekstrim, misalnya ia akan memilih pelarian dengan melakukan bunuh diri atau pun cara lain yang membahayakan jiwa. Berbeda dengan manusia yang memilih jalan kedua, mereka akan cenderung mengasah pemikiran mereka lebih dalam tentang makna kehidupan sebenarnya, bahwa di dalam kehidupan itu sendiri mengandung permasalahan yang seringkali tak terduga dan menyiksa. Pada diri manusia seperti ini secara alami terdapat konsep manajemen konflik tahap dasar, sebab dalam konsep manajemen konflik terdapat beberapa trik dalam menghadapi masalah; jika ada masalah maka manusia dapat mengacuhkannya, menekannya, atau bahkan mencegahnya.

Masalah yang lebih rumit lagi jika seseorang sedang mengalami konflik batin dengan dirinya sendiri. Jika ia tidak mengubah dirinya (seperti sifat buruk atau kondisi perasaan) pada saat itu juga maka ia akan menperoleh dampaknya. Seseorang yang memiliki kemampuan yang baik dalam mengerti permasalahan diri akan melakukan evaluasi dan introspeksi kecil pada dirinya sendiri, misalnya dengan mempertanyakan sendiri dampak yang akan diperoleh jika dirinya mengubah diri, kerugian berupa materi dan mental jika tidak berubah, serta pengaruh sosial dan psykologis yang bisa dialami apabila memutuskan untuk berubah atau tidak berubah sama sekali. Contoh kasus sederhana, seorang ketua kelompok tugas memimpin kelompoknya selama satu semester dalam pengerjaan laporan tugas besar. Kebersamaan yang tercipta sekian lama ternyata telah membuat setiap anggota kelompok tersebut mengerti akan sifat dan karakter diri masing-masing. Pada bulan-bulan terakhir para anggota kelompok menyadari keburukan Si Ketua kelompok. Oleh karena itu, salah satu anggota kelompok berinisiatif meminta untuk dilakukan sharing kelompok agar dapat mengkritik dan saling memberi saran demi kebaikan bersama. Tetapi, dengan tegas Si Ketua menolak dengan alasan bahwa ada sesuatu privasi yang tidak bisa disharingkan dengan kelompoknya.

Pada suatu konflik pribadi memang terdapat beberapa faktor yang mendukung untuk terjadinya sebuah perubahan. Faktor tersebut dapat berupa insirasi spiritual dan dorongan dari orang yang dicintai. Faktor pertama dapat dicontohkan pada seseorang yang pada awalnya bersikap buruk sebagai manusia, tetapi karena suatu ketika ia mendapatkan pengalaman spiritual yang berkesan mendalam akhirnya berubah secara signifikan. Sedangkan untuk faktor dorongan dari orang yang dicintai, Sang Pujangga Kahlil Gibran pernah berkata bahwa tidak ada kekuatan di dunia ini yang dapat mengalahkan kekuatan cinta. Contoh kasus sedehana, seorang bapak dipecat dari tempat kerjanya. Kekecewaan dan kesedihannya dilimpahkan dengan minum minuman keras dan berjudi. Hal ini membuat keuangan keluargnaya carut marut. Suatu malam anak perempuannya yang duduk di bangku SLTA menemui bapaknya dan untuk pertama kalinya dengan suara lantang ia berkata “Pak, tolong tinggalkan kebiasaan buruk bapak! Aku nggak mau dihina sama teman-teman sebagai anak tukang mabuk dan penjudi! Apa bapak tega kalo aku dikeluarin dari sekolah karena nunggak bayar SPP? Dengakan aku Pak! Jangan biarkan kebanggaanku sebagai anakmu luntur karena bapak telah berubah seperti ini!”. Setelah kejadian tersebut Si Bapak mulai mengurangi ketergantungannya terhadap alkohol, dan satu minggu kemudian berhenti total mengonsumsi alkohol serta berjudi.

Kembali pada kasus Si Ketua di atas. Penolakan untuk dilakukan sharing karena ada sebuah keburukan diri yang takut untuk diketahui oleh anggotanya hanya akan lebih menegaskan dirinya yang belum dewasa dalam menerima saran dan kritik dari orang lain. Di samping itu, ia tidak menganggap teman sebagai orang yang patut dicintai, sebab ia tidak rela merubah sifat demi saran dari teman. Seorang ketua seharusnya jadi teladan bukan sebagai majikan, harusnya mengayomi bukan melukai, dan juga bisa bekerja tidak hanya diam saja.

Perubahan diri dan lingkungan sekitar dikatakan baik jika pada kenyataannya membawa dampak positif bagi hidup. Hidup yang indah adalah hidup yang tidak memiliki masalah, tetapi hidup dikatakan sempurna bila diliputi oleh masalah serta dihiasi oleh manajemen yang baik terhadap masalah itu sendiri. Orang bijak ramai berkata “Hidup tanpa masalah bagai sayur tanpa garam”. Maka jangan menganggap dengan masalah Tuhan sedang menghakimi kita, tetapi percayalah dengan masalah Dia tengah berusaha mendewasakan umat-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan komentar anda..
Pasti sangat membangun untuk perbaikan blog ini..

Pemuda, Pembangunan, dan Kemerdekaan

Potensi Pemuda Sang Proklamator, Soekarno, begitu menekankan pentingnya peran pemuda. Ungkapannya yang biasa diulang oleh kita sekarang “ ...