Tetes air mata tiada henti membasahi pipi..
Memandang jenuh air surut selutut kaki..
Banyak sudah harta kami raib dibawa pergi..
Anak semata wayang pun hanyut terbawa lari..
Oleh deru amukan bah semalam tadi..
Kepingan takdir datang keras mengkerak..
Hendak jiwa kubiarkan berteriak..
Namun tubuh ini kaku, kelu, enggan bergerak..
Tetanggaku, kampungku, semua histeris berontak..
Aku tak bisa, hanya istri kini bersandar di pundak..
Aku ingin berduka, menumpah segala asa..
Aku ingin kecewa, menghina sebuah sandiwara..
Aku ingin putus asa, meregang sendiri tali nyawa..
Seketika kelebat hitam hadir ingatkan dosa..
Dosa, kegemaran setiap umat manusia..
Insan bijak banyak bertanya..
Adakah banjir ini salah siapa..
Apakah tata ruang serta rencana kota..
Sungguh, tidak ada apa dan bagaimana..
Hanya manusia yang sudah lupa kodratnya..
Kusadari kini kelalaian datangkan cobaan..
Untuk yang memuja ‘berhala’ kejahatan..
Untuk yang menggilai haramnya obat-obatan..
Untuk yang membabi buta tebang hutan..
Untuk yang rakus korupsi di pemerintahan..
Kini, aku tak berharap dikunjungi kepala negara..
Alihkan saja uang jalan agar terbebas kami dari lara..
Kampung ini kian kumuh bagi tamu istimewa..
Biarlah kami saja yang menderita..
Tak perlu kalian memakai topeng pura-pura..
Wahai, Tuhan Yang Mendengarkan..
Datangkan banjir ini untuk kebaikan..
Hapuskan dosa dan kekejian..
Gantikan generasi penuh kebobrokan..
Hingga negeri aman penuh kedamaian..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan meninggalkan komentar anda..
Pasti sangat membangun untuk perbaikan blog ini..