Jangan mengkritik orang bodoh, karena dia akan membencimu. Tapi kritiklah orang berakal, karena dia akan mencintaimu.. (Sayyidina Ali)
Setiap hari saya berpikir keras bagaimana caranya agar Kota Bima bisa
cukup ramah bagi generasi yang akan datang. Biarkan kita yang
menanggung panasnya terik matahari yang selalu menyengat lebih dari 35
derajat celcius setiap hari di musim panas. Biarkan kita yang menanggung
perguliran musim kemarau dan hujan yang semakin tak menentu. Biarkan
kita yang mengecap air bah (banjir) yang sudah tidak malu-malu lagi
merembes ke jalan raya, banjir yang sudah tidak segan memnghanyutkan
rumah-rumah kayu non-permanen milik penduduk.
Sesungguhnya
tiada sesuatu yang terjadi tanpa sebuah alasan, tiada aksi tanpa
reaksi, pun tiada yang kita tanam melainkan kita akan memetik hasilnya.
Dan hingga detik ini pun kita belum tersadar akan semua itu; apa dampak
dari deretan pohon rindang di pinggir jalan yang dibabat habis? Apa
dampak dari pegunungan hijau yang dibakar dengan ribuan alasan klise?
Apa dampak dari pembangunan komersial yang mengesampingkan daerah
resapan air? Apa dampak dari sampah rumah tangga yang dibuang dengan
egois di sepanjang daerah aliran sungai? Generasi kita perlu bertanggung
jawab atas apa yang disebut sebagai “nasi hampir menjadi bubur” tersebut.