Selasa, 07 Oktober 2014

KOTA BIMA; MILIK YANG TUA, TANGGUNG JAWAB YANG MUDA

Jangan mengkritik orang bodoh, karena dia akan membencimu. Tapi kritiklah orang berakal, karena dia akan mencintaimu.. (Sayyidina Ali)
 Setiap hari saya berpikir keras bagaimana caranya agar Kota Bima bisa cukup ramah bagi generasi yang akan datang. Biarkan kita yang menanggung panasnya terik matahari yang selalu menyengat lebih dari 35 derajat celcius setiap hari di musim panas. Biarkan kita yang menanggung perguliran musim kemarau dan hujan yang semakin tak menentu. Biarkan kita yang mengecap air bah (banjir) yang sudah tidak malu-malu lagi merembes ke jalan raya, banjir yang sudah tidak segan memnghanyutkan rumah-rumah kayu non-permanen milik penduduk.

Sesungguhnya tiada sesuatu yang terjadi tanpa sebuah alasan, tiada aksi tanpa reaksi, pun tiada yang kita tanam melainkan kita akan memetik hasilnya. Dan hingga detik ini pun kita belum tersadar akan semua itu; apa dampak dari deretan pohon rindang di pinggir jalan yang dibabat habis? Apa dampak dari pegunungan hijau yang dibakar dengan ribuan alasan klise? Apa dampak dari pembangunan komersial yang mengesampingkan daerah resapan air? Apa dampak dari sampah rumah tangga yang dibuang dengan egois di sepanjang daerah aliran sungai? Generasi kita perlu bertanggung jawab atas apa yang disebut sebagai “nasi hampir menjadi bubur” tersebut.

Pemuda, Pembangunan, dan Kemerdekaan

Potensi Pemuda Sang Proklamator, Soekarno, begitu menekankan pentingnya peran pemuda. Ungkapannya yang biasa diulang oleh kita sekarang “ ...